Landasan atau Acuan dalam melakukan survey kapal

Untuk melakukan survey dan mengetahui apakah konstruksi kapal, permesinan dan peralatan lainnya di atas kapal telah sesuai dengan peraturan atau tidak, maka hal – hal berikut dapat dijadikan sebagai landasan atau acuan dalam melakukan survey antara lain :

  1. Safety of Life At The Sea (SOLAS); Peraturan ini mengatur beberapa hal yaitu : jumlah, penempatan dan bahan alat – alat keselamatan, pemadam kebakaran dan alat – alat komunikasi, sistem konstruksi dan sekat – sekat kedap air, pengaturan kapal – kapal khusus, seperti kapal cepat dan bulk carrier, barang – barang berbahaya, kapal nuklir dan juga tentang penerapan ISM Code
  2. Peraturan Klasifikasi; Klasifikasi terhadap lambung dan mesin kapal. Peraturan ini mengatur beberapa hal yaitu : bahan konstruksi kapal, ukuran dan konstruksi yang harus terpasang pada sebuah kapal, meliputi tebal pelat minimum dan ukuran profile minimum, permesinan meliputi bahan dari bagian – bagian mesin dan kondisinya atau ukuran konstruksi, sistem listrik dan otomasi, sistem pengelasan dan juga jadual periodik survey dari klass
  3. Collision Regulation; Peraturan akan menyangkut tersedianya peralatan dikapal untuk mencegah terjadinya tabrakan diantara kapal dimana akan mengatur beberapa hal yaitu : peralatan lampu navigasi, jumlah dan jenis lampu yang harus dipasang, posisi lampu, intensitas dan jarak jangkauan lampu, dan juga peralatan bunyi dan lampu bahaya yang harus ada di kapal.
  4. Load Line Convention 1996 atau Peraturan Garis Muat 1986; pemerikasaan terhadap kondisi lambung timbul di kapal apakah terdapat perubahan dan bagaimana konversinya terhadap perubahan pelayaran yang ditempuh oleh kapal.

Mengenal Risiko Tongkang / Barge

Tongkang atau Barge merupakan sarana atau alat angkutan laut yang umumnya banyak digunakan untuk mengangkut barang, baik barang padat (kayu log, mesin – mesin), curah (batubara), ataupun cair (minyak mentah/crude oil). Selain untuk alat angkutan laut, tongkang yang telah direkonstruksi atau dimodifikasi banyak  digunakan sebagai kapal akomodasi, hotel terapung, dan keperluan lainnya di lokasi proyek di perairan dan laut. Dari berbagai fungsi tongkang tersebut maka berikut ini beberapa istilah tongkang berdasarkan kegunaannya :

Work Barge, tongkang yang digunakan sebagai tempat atau pangkalan untuk melakukan pekerjaan di laut.

Oil Barge, tongkang yang digunakan untuk mengangkut minyak

Pilling Barge, tongkang yang dilengkapi alat pemancang yang digunakan untuk mengerjakan pemancangan di laut

Modu Barge, tongkang yang dilengkapi alat bor untuk offshore drilling

Dredger Barge, tongkang yang digunakan untuk pengerukan laut

Split Barge, tongkang yang digunakan untuk menampung lumpur dan dibongkar dengan cara pembelahan lambung kiri dan kanan

Hopper Barge, tongkang yang dipergunakan untuk menampung lumpur dan dibongkar melalui pintu alas yang dapat dibuka

Accom. Barge, tongkang untuk mengangkut air tawar

Crane Barge, tongkang yang dilengkapi dengan alat angkat /crane

Pontoon, tongkang yang mempunyai geladak yang rata (flat deck) sehingga dapat dipergunakan untuk muatan di geladak

Tower Crane

tower-crane

Tower Crane adalah peralatan yang sangat vital dalam pekerjaan konstruksi, terutama dalam pekerjaan konstruksi gedung bertingkat (high-rise construction) dan umumnya digunakan untuk mengangkat dan memindahkan  material – material yang digunakan pada pekerjaan konstruksi seperti untuk memindahkan beton, generator, dan material – material lainnya.

Tower Crane merupakan perlengkapan yang terdiri dari beberapa bagian sehingga dapat dibongkar pasang dan dapat digunakan di mana saja yaitu :

1. Base atau dasar / alas. Base ditanam pada lapisan beton dengan menggunakan baut. Base berfungsi sebagai fondari dari tower crane.

2. Mast/tiang/menara. Base dihubungkan dengan  mast sehingga crane menjadi tinggi dan dapat digunakan untuk mengangkat benda hingga mencapai ratusan feet.

3. Slewing Unit. Bagian ini adalah bagian horizontal dari sebuah tower crane. Slewing unit dapat berotasi sebab di bagian depan ini terdapat gear dan motor

Slewing Unit memiliki beberapa bagian, yaitu sebagai berikut “

1. Jib/working arm/lengan kerja yang berfungsi untuk memindahkan benda atau material dari ujung lengan kerja hingga menuju pusat tower crane.

2. Shorter horizontal machinery arm yang berfungsi sebagai penyeimbang dari lengan kerja/jib yang panjang disamping itu terdapat motor dan peralatan elektronik serta tali

Kabin operator, Dibagian inilah operator melakukan kontrol atas tower crane

Risiko – risiko dari Tower Crane

Risiko (hazard) dari tower crane terletak pada bagian jib/lengan kerja. Jika katrol atau trolley mengangkat beban yang melebihi kapasitas yang diizinkan (overloading) dapat menyebabkan tower crane jatuh. Selain itu faktor – faktor yang menjadi pemicu jatuhnya tower crane adalah fondasi yang kurang kokoh atau lentur, dan kelalaian dalam pemasangan fondasi.

Klausul Penerapan Akad Wakalah Bil Ujrah

Dengan ini dicatat dan disetujui bahwa sesuai dengan pengelolaan risiko berdasarkan prinsip Takaful (Asuransi Syariah) dengan Akad Wakalah Bil Ujrah, terdapat beberapa penyesuaian Istilah, Persyaratan dan Definisi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam polis ini.

Akad yang diberlakukan dalam Polis

Yang bertanda-tangan di bawah ini selanjutnya disebut Pengelola Takaful, yang bertindak untuk dan atas nama Kumpulan Peserta Takaful yang dikelolanya, akan membayarkan ganti rugi kepada Peserta sebagaimana disebutkan dalam Ikhtisar Polis atas dasar permohonan keikutsertaan Takaful dengan Akad Wakalah Bil Ujrah secara tertulis yang dilengkapi dengan keterangan tertulis lainnya yang diberikan oleh Peserta dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Polis ini dan dengan syarat Peserta telah membayar kontribusi sebagaimana disebutkan dalam Ikhtisar Polis kepada Pengelola Takaful dan tunduk pada syarat-syarat dan pengecualian-pengecualian yang terkandung di dalamnya dan atau ketentuan-ketentuan yang ditambahkan padanya, terhadap kerugian, kerusakan dan atau biaya atas obyek Takaful sebagaimana disebutkan dalam Ikhtisar Polis dan tanggung jawab hukum yang disebabkan oleh risiko yang dijamin dan ditegaskan dalam syarat serta ketentuan yang tercetak, dilekatkan dan atau dicantumkan pada Polis ini

Ketentuan Akad Wakalah Bil Ujrah

1. Wakalah bil ujrah adalah akad pemberian kuasa dari Peserta kepada Perusahaan Asuransi (Takaful) untuk mengelola dana peserta dan/atau melakukan kegiatan lain dengan imbalan pemberian ujrah (fee).

2. Pengelola Takaful menerima akad Wakalah bil ujrah dari Peserta sebagaimana tercantum dalam Ikhtisar Polis.

3. Dalam akad Wakalah bil ujrah ini, kontribusi yang dibayarkan oleh Peserta memiliki komposisi dana tabarru’ dan ujrah yang besarnya sebagaimana tercantum dalam Ikhtisar Polis.

4. Pengelola Takaful menerima wewenang penuh dari Peserta untuk melakukan kegiatan Pengelolaan atas risiko dan dana tabarru’.

5. Dalam hal terjadi defisit dana tabarru’, maka Takaful memberikan Al-Qardh Al-Hasan.

6. Apabila pada akhir periode polis terdapat hasil positif yang diperoleh dari surplus dana tabarru’ ditambah hasil investasi dana tabarru’ dikurangi cadangan teknis akan dialokasikan kepada Peserta sebagai Pengembalian Surplus Tabarru’ dan Pengelola Takaful dengan proporsi sebagaimana tercantum pada Ikhtisar Polis dengan ketentuan:

        6.1. Peserta tidak pernah menerima pembayaran klaim atau tidak sedang mengajukan klaim.

        6.2. Peserta tidak membatalkan polis.

Adapun ketentuan perhitungan Pengembalian Surplus Tabarru’ untuk Peserta diatur dalam klausula Pengembalian Surplus Tabarru’.

7. Semua Obyek pertanggungan (Manfaat Takaful) yang berlaku dalam Takaful ini harus sesuai dengan Prinsip Syariah Islam. Pengelola Takaful akan mengembalikan kontribusi sejak awal Manfaat Takaful secara proporsional dengan obyek Manfaat Takaful yang diperkenankan diterima di Takaful. Apabila terdapat Obyek Manfaat Takaful yang tidak sesuai dengan Prinsip Syariah yang secara sengaja disembunyikan oleh Peserta pada saat penutupan atau diketahui oleh Peserta pada periode Manfaat Takaful dan tidak disampaikan kepada Pengelola Takaful, maka Pengelola Takaful tidak wajib untuk membayar klaim terhadap obyek Manfaat Takaful tersebut.

Klausul Perluasan Jaminan Petir

Dengan ini ditegaskan bahwa dengan pembayaran premi tambahan yang disepakati, pertanggungan ini menjamin juga kerugian atau kerusakan atas mesin listrik, peralatan listrik atau elektronik dan instalasi listrik yang dipertanggungkan pada polis yang secara langsung disebabkan oleh petir.

Tertanggung wajib menanggung risiko sendiri sebesar 10% dari ganti rugi akibat petir yang dibayarkan atau Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk setiap kejadian, yang mana yang lebih besar.

Klausul Perluasan Jaminan Terbakar Sendiri ( Api yang timbul sendiri )

Dengan syarat seperti tersebut di bawah ini, dengan ini ditegaskan bahwa dengan pembayaran premi tambahan yang disepakati, pertanggungan ini menjamin juga kerugian atau kerusakan yang terjadi pada harta benda yang dipertanggungkan pada polis yang disebabkan oleh api atau panas yang timbul sendiri pada harta benda tersebut.

Perluasan jaminan ini berlaku dengan syarat, bahwa penyimpanan harta benda yang dipertanggungkan dimaksud diatur sesuai dengan metoda penyimpanan barang secara professional.

Atas setiap ganti rugi yang dapat dibayarkan, Tertanggung wajib menanggung risiko sendiri sebesar 5% dari harga pertanggungan harta benda yang mengalami kerusakan akibat terbakar sendiri atau Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk setiap kejadian, yang mana yang lebih besar.

Klausul Perluasan Jaminan Arus Pendek

 

Dengan ini ditegaskan bahwa dengan pembayaran premi tambahan yang disepakati, pertanggungan ini menjamin juga kerusakan fisik yang terjadi pada suatu unit peralatan listrik atau elektronik, kecuali peralatan listrik atau elektronik untuk keperluan rumah tangga, yang tercantum pada Ikhtisar Pertanggungan polis ini, yang disebabkan oleh arus pendek pada peralatan listrik atau elektronik tersebut.

Atas setiap ganti rugi yang dapat dibayarkan, Tertanggung wajib menanggung risiko sendiri sebesar 5% dari harga pertanggungan peralatan yang mengalami kerusakan atau Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk setiap kejadian, yang mana yang lebih besar.

Perluasan jaminan ini tidak berlaku apabila risiko tersebut telah ditutup dengan pertanggungan khusus untuk itu.

Klausul Perluasan Jaminan Asap

Dengan ini ditegaskan bahwa dengan pembayaran premi tambahan yang disepakati, pertanggungan ini menjamin juga kerugian atau kerusakan yang terjadi pada harta benda yang dipertanggungkan pada polis yang disebabkan oleh asap yang berasal dari kebakaran dengan syarat penyebab kebakaran yang menimbulkan asap tersebut tidak dikecualikan dalam polis ini.

Atas setiap ganti rugi yang dapat dibayarkan, Tertanggung wajib menanggung risiko sendiri sebesar 5% dari harga pertanggungan harta benda yang mengalami kerusakan akibat asap atau Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk setiap kejadian, yang mana yang lebih besar.

Silent Risk

Seorang Tertanggung tidak dapat memahami alasan penolakan klaimnya oleh Penanggung dan ingin mengobrol-ngobrol untuk bertukar pikiran. Menurut Tertanggung, klaimnya telah ditolak dengan alasan pelanggaran atas silent risk warranty. Laporan Loss Adjuster menyatakan bahwa kebakaran tejadi pada waktu pabriknya telah tidak mempunyai kegiatan berproduksi selama polis berlaku dan menyimpulkan bahwa risikonya dalam keadaan silent. Tertanggung merasa aneh, sebab polisnya tidak berisikan ketentuan tentang silent risk warrantydimaksud, walaupun ia mangakui bahwa pada Cover Note yang diterbitkan mendahului polisnya tercantum silent risk warranty. Ia juga mengatakan bahwa pabriknya tidak sepenuhnya diam dan tidak berproduksi karena sebagian kegiatan memotong dan menggergaji kayu masih berlangsung.

Ada lagi Tertanggung lain yang mengeluh bahwa klaimnya telah ditolak karena risikonya dalam keadaan silent, pada hal pada polisnya tidak diberlakukan kondisi silent risk warranty. Diceritakan, bahwa pada waktu underwriting survey oleh para underwriter didapati bahwa risikonya dalam keadaan silent. Masa pertanggungan baru akan dimulai dua bulan lagi karena pada saat itu polis masih berjalan di perusahaan asuransi lain. Dalam negosiasi, broker meyakinkan para Penanggung, bahwa Tertanggung merencanakan agar pabriknya sudah akan beroperasi lagi, pada saat polis mulai berlaku nanti. Dengan pertimbangan ini polis telah diterbitkan tanpa melekatkan klausul silent risk warranty

Berdasarkah penolakan klaim-klaim ini?
Penolakan atas kasus klaim pertama telah didasarkan pada ketentuan yang tertera di dalam Cover Note. Pertanyaan yang timbul ialah masih berlakukah ketentuan-ketentuan yang disebut di dalam Cover Note tetapi tidak lagi dicantumkan di dalam polis? Cover Note adalah dokumen sah suatu perjanjian asuransi yang berlaku sementara sebelum polis diterbitkan. Cover Note senantiasa memberikan catatan bahwa ia akan berlaku untuk suatu jangka waktu tertentu hingga ia diganti oleh polis. Polis sebagai pengganti Cover Note, jika tidak ada kesepakatan baru antara Tertanggung dan Penanggung, harus mempunyai isi yang sama dengan isi Cover Note. Jika ada perubahan yang sifatnya tidak dikehendaki Tertanggung dan merugikan Tertanggung maka terhadap polis itu harus dibuatkan lampiran untuk perbaikannya, karena Tertanggung belum pernah menyetujui perubahan itu sebelumnya. Tetapi, jika ada perubahan yang tidak dikehendaki Tertanggung tetapi menguntungkan Tertanggung, maka hal yang menguntungkan itu akan berlaku sampai Penanggung mengubahnya dengan menerbitkan lampiran pembatalannya. Pembatalan dimaksud, bagaimanapun juga, tidak dapat berlaku surut sebelum terjadinya suatu klaim. Artinya klaim harus ditangani dan diselesaikan berdasarkan syarat-syarat polis.

Penanggung adalah pihak yang menyusun isi perjanjian dan menerbitkan dokumen polis dan oleh karenanya ia dianggap sebagai pihak yang paling mengetahui tentang apa yang ditulisnya. Ia patut menerima konsekuensi ketidak hati-hatiannya.

Di sini berlakulah prinsip Contra Preferentem Rules

Pada kasus klaim kedua, penolakan didasarkan pada pernyataan broker tentang keadaan risiko pada saat polis dimulai. Para Penanggung meyakini pernyataan broker tsb. pada saat bernegosiasi, sehingga polis telah diterbitkan tanpa persyaratan silent risk. Seandainya rencana Tertanggung belum terwujud pada saat polis mulai berlaku maka broker wajib memberitahukannya kepada para Penangggung. Dan berdasarkan informasi ini, para Penanggung dapat memilih, akankah memberlakukan sjarat silent risk atau tidak sama sekali. Jika mereka tidak memberlakukan syarat silent risk maka klaim tidak dapat ditolak dengan alasan ini. Dalam kasus ini broker tidak memberitahukan rencana Tertanggung yang gagal.

Di sini berlakulah prinsip Utmost Goodfaith.

Perlukah silent risks ditolak berasuransi ?
Dalam kondisi perekonomian dunia yang mengalami krisis seperti yang dihadapi saat ini, kita menyaksikan betapa banyak usaha yang harus mengurangi kegiatannya atau bahkan menghentikannya.sama sekali untuk sementara waktu, sambil mengharapkan keadaan akan segera pulih kembali.

Kegiatan berproduksi boleh terhenti tetapi keselamatan asset harus tetap dijaga termasuk asuransi atasnya. Kemitraan sejati para Penanggung dengan para usahawan tidak boleh hanya terjadi tatkala bisnis mereka menjanjikan, tetapi harus juga tetap dilanjutkan manakala ada kemalangan.

Silent risks adalah risiko-risiko yang aman, bahkan mungkin lebih baik dari pada risiko-risiko yang aktif berproduksi. Janganlah menabukan mereka.

Pendekatan underwritingnya tentu memerlukan perhatian ekstra.:

  1. Mengenal Tertanggung dalam hal karakternya, dalam hal bisnisnya bukanlah hal-hal baru dalam underwriting tetapi memerlukan sedikit tambahan perhatian.
  2. Tergantung dari kwalitas pengenalan terhadap Tertanggung, maka perlu ditambahkan warranty-warranty, misalnya : kompleks risiko harus dijaga dan dipatroli satpam selama 24 jam, semua lampu dipadamkan kecuali yang digunakan untuk penerangan, semua mesin-mesin produksi tetap diservis dan dihidupkan tanpa beban secara berkala sebulan sekali, dll
  3. Perlu diberlakukan ko-asuransi dengan Tertanggung : 10, 20 atau 30% ?
  4. Atau perlu diberlakukan deductible dalam angka absolute atau persentase terhadap jumlah pertanggungan atau jumlah klaim yang dibayarkan
  5. Dan yang penting ialah buatkan definisi yang jelas tentang apa yang dimaksudkan dengan silent risk. Apakah seluruh kegiatan harus berhenti? Bagaimana dengan kegiatan yang sebagian saja? Buatkanlah definisi yang jelas untuk menghindari pengalaman kasus klaim pertama diatas.

Mobil dicuri oleh sopir teman tertanggung

Duduk Permasalahannya


Seorang Tertanggung mempunyai seorang teman baik yang kebetulan bertetangga dengannya. Teman Tertanggung adalah seseorang berwarga negara asing yang bekerja di Jakarta. Mobil BMW nya, yang diasuransikan terhadap resiko All Risks + SRCC + Act of God, dipinjamkan kepada temannya ini untuk beberapa minggu.


Pada suatu hari di tanggal 4 Mei 2006 teman Tertanggung pergi ke kantornya di gedung BRI II, Jl. Jendral Susdirman , Jakarta dengan menggunakan mobil BMW Tertanggung yang dikendarai oleh sopir Hartoyo alias Purnomo.

Sore harinya, ketika akan pulang kantor, teman Tertanggung memanggil sopir dengan pager, seperti lazimnya pemanggilan sopir di gedung-gedung perkantoran, tetapi sopir dan mobilnya tak kunjung datang.

Peristiwa ini segera dilaporkan kepada agen Penanggung yang kemudian diteruskannya kepada Penanggung pada keesokan harinya 5 Mei 2006. Pada tanggal 10 Mei 2006 Tertanggung mengajukan klaimnya secara tertulis.

Tertanggung pada tanggal 17 Juni 2006 menulis surat lagi dan mengeluhkan tanggapan yang lama atas klaimnya dari Penanggung.

Tuntutan Tertanggung

Tertanggung menuntut ganti rugi kepada Penaggung atas kehilangan BMW nya, sebesar harga pertanggugan Rp.250 juta.

Tanggapan Penanggung

Tuntutan Tertanggung tidak segera dijawab. Penanggung ingin meyakinkan dirinya bahwa pertistiwa ini sungguh dijamin atau tidak oleh polis yang diterbitkannya. Dan untuk maksud ini, konsultan hukum pun dimintakan pendapat termasuk diskusi dengan beberapa rekan perusahaan asuransi.

Proses ini berjalan selama lebih dari dua bulan.

Pada tanggal 4 Juli 2006 Penanggung memberitahukan kepada Tertanggung bahwa klaimnya tidak dapat diproses dengan alasan pencurian dilakukan oleh sopir dan ini berarti penggelapan sesuai ketentuan polis Bab II Pasal 3 dan 4.

Proses Mediasi

Tertanggung mengajukan sengketa ini kepada BMAI pada tanggal 18 Oktober 2006.

Dalam pertemuan mediasi Tertanggung menyatakan bahwa ia tidak dapat menerima penolakan klaim kehilangan mobilnya karena pencurian dilakukan oleh seseorang yang tidak ia kenal dan orang itu pun bukan sopirnya.

Pendapat Tertanggung ini benar tetapi fakta menyatakan bahwa Hartoyo adalah sopir yang dipercayakan pengendaraan mobil oleh rekan Tertanggung yang diizinkan menggunakan mobil yang dipertanggungkan.

Kenyataan ini telah memenuhi semua ketentuan Pasal 372 KUHP yang berbunyi :
Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seleuruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupah.

Hasil Mediasi

Tertangguung tidak serta-merta dapat menerima pemikiran tersebut diatas dan meminta untuk meneruskan sengketa ini ke tingkat ajudikasi. Sementara persiapan ajudikasi dilakukan, Tertanggung memberitahukan bahwa

setelah mendengar dan mempertimbangkan keterangan mediator dan advis yang didapat dari sumber lainnya, ia menyatakan kesediaannya menerima keputusan Penanggung tentang penolakan klaimnya.

Pembelajaran
Kasus ini sebenarnya sederhana saja karena peristiwa yang terjadi cukup gamblang. Tidak diperlukan kemampuan intelektual yang tinggi bagi seseorang untuk memahami bahwa kejadian ini adalah suatu tindakan penggelapan. Perlukah waktu selama 6(enam) bulan untuk meyelesaikan klaim ini?.

Patut diperhatikan hal-hal yang telah menyebabkan timbulnya sengketa dan proses penyelesaian yang berkepanjangan yaitu :

  1. Penanggung harus segera memberikan tanggapan atas laporan klaim yang diterimanya.

  2. Jika menurut pendapat Penanggung, peristiwa yang menimbulkan klaim tidak dijamin, maka katakan demikian kepada Tertanggung. Jika dijamin polis, katakan juga hal itu kepada Tertanggung.

  3. Jika Penanggung belum dapat menyimpulkan kepastian tentang tanggung jawab polis, maka itupun harus dikomunikasikan kepada Tertanggung. Jelaskan bahwa Penanggung masih memerlukan data dan informasi tambahan. Mintakan informasi tambahan yang diperlukan.

  4. Jangan membiarkan Tertanggung menunggu dalam ketidak-pastian.

  5. Tertanggung mengharapkan suatu tanggapan, entah tanggapan yang menyenangkan ataupun sebaliknya.

Tertanggung juga mengeluhkan pelayanan Penanggung yang menurutnya tidak professional. Sebaiknya para Penanggung memperhatikannya :

  1. Keputusan penolakan klaim dilakukan hanya melalui FAX.

  2. Tertanggung sesungguhnya mengharapkan petugas Penanggung mendatanganinya untuk berdadapan dan menjelaskan permasalahannya.

  3. Tertanggung tidak pernah bertemu dengan seseorangpun petugas dari perusahaan Penanggung sejak klaim diajukan.

  4. Tertanggung berpendapat bahwa sepertinya ia hanya perlu bertemu dengan petugas Penanggung setahun sekali pada saat polisnya berakhir dan memohon persetujuan untuk memperpanjangnya.

  5. Tertanggung mempertanyakan berapa besar perhatian dan pelayanan yang diberikan kepadanya.